Jumat, 31 Mei 2013

Dampak bentuk pemerintahan desentralisasi

Diposting oleh Firsty Avisha di 01.21 0 komentar

• Segi Ekonomi
Dari segi ekonomi banyak sekali keuntungan dari penerapan sistem desentralisasi ini dimana pemerintahan daerah akan mudah untuk mengelola sumber daya alam yang dimilikinya, dengan demikian apabila sumber daya alam yang dimiliki telah dikelola secara maksimal maka pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan meningkat. Seperti yang diberitakan pada majalah Tempo Januari 2003 “Desentralisasi: Menuju Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Berbasis Komunitas Lokal”.
Tetapi, penerapan sistem ini membukan peluang yang sebesar-besarnya bagi pejabat daerah (pejabat yang tidak benar) untuk melalukan praktek KKN. Seperti yang dimuat pada majalah Tempo Kamis 4 November 2004 (www.tempointeraktif.com) “Desentralisasi Korupsi Melalui Otonomi Daerah”.
“Setelah Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, resmi menjadi tersangka korupsi pembelian genset senilai Rp 30 miliar, lalu giliran Gubernur Sumatera Barat Zainal Bakar resmi sebagai tersangka kasus korupsi anggaran dewan dalam APBD 2002 sebesar Rp 6,4 miliar, oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Dua kasus korupsi menyangkut gubernur ini, masih ditambah hujan kasus korupsi yang menyangkut puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di berbagai wilayah di Indonesia, dengan modus mirip: menyelewengkan APBD”.

• Segi Sosial Budaya
Dengan diadakannya desentralisasi, akan memperkuat ikatan sosial budaya pada suatu daerah. Karena dengan diterapkannya sistem desentralisasi ini pemerintahan daerah akan dengan mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh daerah tersebut. Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan dan di perkenalkan kepada daerah lain. Yang nantinya merupakan salah satu potensi daerah tersebut.
Sedangkan dampak negatif dari desentralisasi pada segi sosial budaya adalah masing- masing daerah berlomba-lomba untuk menonjolkan kebudayaannya masing-masing. Sehingga, secara tidak langsung ikut melunturkan kesatuan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia itu sendiri.

• Segi Keamanan dan Politik
Dengan diadakannya desentralisasi merupakan suatu upaya untuk mempertahankan kesatuan Negara Indonesia, karena dengan diterapkannya kebijaksanaan ini akan bisa meredam daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dengan NKRI, (daerah-daerah yang merasa kurang puas dengan sistem atau apa saja yang menyangkut NKRI). Tetapi disatu sisi desentralisasi berpotensi menyulut konflik antar daerah. Sebagaimana pada artiket Asian Report 18 juli 2003 ”Mengatur Desentralisasi Dan Konflik Disulawesi Selatan”
”……………..Indonesia memindahkan kekuasaannya yang luas ke kabupaten-kabupaten dan kota-kota – tingkat kedua pemerintahan daerah sesudah provinsi – diikuti dengan pemindahan fiskal cukup banyak dari pusat. Peraturan yang mendasari desentralisasi juga memperbolehkan penciptaan kawasan baru dengan cara pemekaran atau penggabungan unit-unit administratif yang eksis. Prakteknya, proses yang dikenal sebagai pemekaran tersebut berarti tidak bergabung tetapi merupakan pemecahan secara administratif dan penciptaan beberapa provinsi baru serta hampir 100 kabupaten baru.
Dengan beberapa dari kabupaten itu menggambarkan garis etnis dan meningkatnya ekonomi yang cepat bagi politik daerah, ada ketakutan akan terjadi konflik baru dalam soal tanah, sumber daya atau perbatasan dan adanya politisi lokal yang memanipulasi ketegangan untuk kepentingan personal. Namun begitu, proses desentralisasi juga telah meningkatkan prospek pencegahan dan manajemen konflik yang lebih baik melalui munculnya pemerintahan lokal yang lebih dipercaya……..”
Dibidang politik, dampak positif yang didapat melalui desentralisasi adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Hal ini menyebabkan pemerintah daerah lebih aktif dalam mengelola daerahnya.
Tetapi, dampak negatif yang terlihat dari sistem ini adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkat kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat.

Desentralisasi di indonesia
Sejarah mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut (pola zig-zag terjadi antara desentralisasi dan sentralisasi) seiring dengan perubahan konstelasi politik yang melekat dan terjadi pada perjalanan kehidupan bangsa. Bird dan Vaillancourt (2000: 160) mengatakan, secara konstitusi Indonesia adalah Negara kesatuan yang desentralistis, namun dalam prakteknya menunjukkan sistem pemerintahan yang sangat sentralistis. Pada tahun 1998, secara internal bangsa Indonesia tengah dilanda multikrisis, yang diawali dengan krisis ekonomi maupun krisis kepercayaan, yang diikuti oleh ancaman disintegrasi bangsa.
Agar bangsa Indonesia secepatnya keluar dari belenggu krisis multidimensional, maka pemerintah melakukan reformasi total dan mengambil langkah kebijakan strategis dengan pemberian status otonomi seluas-luasnya kepada kabupaten/kota dengan azas desentralisasi, dan pemerintahan provinsi berfungsi sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah dengan azas dekonsentrasi. Pasal 18 UUD 1945 yang telah diamandemen dan ditambahkan menjadi pasal 18, 18A, dan 18B memberikan dasar dalam penyelenggaraan desentralisasi. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi, dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah.
Sampai saat ini, Indonesia telah memiliki 7 (tujuh) undang-undang yang mengatur pemerintahan daerah, yaitu:
a. UU 1/1948;
b. UU 22/1948;
c. UU 1/1957;
d. UU 18/1965;
e. UU 15/1974;
f. UU 22/1999;
g. UU 32/2004.

Dengan pemberian otonomi seluas-luasnya, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, yang tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memonitor dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antardaerah dan mendorong timbulnya inovasi.

Dalam pelaksanaan otonomi daerah terdapat empat elemen penting yang diserahkan pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah. Keempat elemen tersebut menurut Rondinelli (dalam Litvack dan Seddon, 1999: 2), adalah desentralisasi politik (Political Decentralization), desentralisasi administrasi (Administrative Decentralization), desentralisasi fiskal (Fiscal Decentralization), dan desentralisasi ekonomi (Economic or Market Decentralization.

Otonomi khusus di Papua
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua diberikan oleh Negara Republik Indonesia melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 No. 135 dan Tambahan Lembaran Negara No. 4151) yang telah diubah dengan Perpu No. 1 Tahun 2008 (LN Tahun 2008 No. 57 dan TLN No. 4843). UU 21/2001 yang terdiri dari 79 pasal ini mengatur kewenangan-kewenangan Provinsi Papua dalam menjalankan Otonomi Khusus. Untuk materi lengkap bisa dilihat di dalam UU 21/2001. Selain hal-hal yang diatur secara khusus dalam UU ini, Provinsi Papua masih tetap menggunakan UU tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku secara umum bagi seluruh daerah di Indonesia.

Persatuan dan kesatuan di indonesia yang mulai pudar

Diposting oleh Firsty Avisha di 01.13 0 komentar

 Nasionalisme adalah satu paham atau ajaran yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia dimana bahasa dan budaya menjadi unsur pengikat dalam melakukan interaksi sosial. Unsur pengikat inilah yang melahirkan kesadaran akan nasionalisme komunitas/rakyat Indonesia ketika berhadapan dengan lingkungan luar yang mengganggu. 


Dalam sejarah Indonesia khususnya, nasionalisme masih sangat penting akan keberadaannya, Pertama, misalnya, sebagai ideologi pemersatu untuk melawan penjajah Belanda, atau Jepang, atau dalam melawan hegemoni neo-kolonilalisme. Dulu, kalau orang-orang di kepulauan Nusantara ini tersebar terus, tidak ada ideologi yang mempersatukan dan tentu dengan mudah Belanda menguasai kita. Sangat mungkin orang-orang di kepulauan Nusantara justru saling berperang sendiri. Apalagi, ketika politik adu domba Belanda terus menerus memompakan permusuhan dan konflik-konflik. Kedua, sebagai konsekuensinya, ketika orang-orang di kepulauan Nusantara tadi berhasil memerdekakan dirinya, nasionalisme paling tidak sebagai wacana ideologis untuk membangkitkan semangat mengisi kemerdekaan Indonesia. walaupun kadang nasionalisme semacam ini disalahtafsirkan, dengan alasan nasionalisme Indonesia kita menyimpan kecenderungan bermusuhan dengan bangsa lain. 

Kita tentu belum lupa, sejarah bangsa kita mencatat bahwa delapan puluh empat tahun yang lalu, pemuda-pemuda bangsa Indonesia menorehkan catatan sejarah perjuangannya, yaitu pada tanggal 28  Oktober 1928 di Gedung Oost-Java Bioscoop (sekarang Museum Sumpah Pemuda) Jakarta diselenggarakan Kongres Pemuda kedua yang akhirnya menyepakati dan mendeklarasikan sebuah ikrar, yang kemudian dikenal dengan SUMPAH PEMUDA.
Ikrar Sumpah Pemuda itu berbunyi: Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku, berbangsa satu bangsa Indonesia. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertanah air satu, Tanah Air Indonesia. Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Ikrar yang dicetuskan oleh pemuda-pemuda yang berasal dari beragam suku dan daerah yang ada di Indonesia itu mengandung makna dan semangat persatuan yang kemudian menentukan arah perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan dari cengkeraman kolonialisme/imperialisme. Persatuan dan kesatuan menjadikan kekuatan yang ampuh untuk bersama berjuang mengusir penjajah.
Setelah delapan puluh empat tahun berlalu, apa yang kini terjadi? Kita tentu tak akan membantah bila dikatakan kini semangat persatuan dan kesatuan yang termanifestasikan ke dalam bingkai ke-Indonesiaan yang digagas para pemuda tersebut kini mulai luntur. Spirit persatuan dan kesatuan tersebut mulai memudar bahkan terkesan runtuh dari bumi Indonesia. Persatuan dan kesatuan yang dulu menjadi ruh perjuangan pemuda kian pudar dan nyaris tenggelam di tengah hingar-bingar zaman.

Runtuhnya semangat persatuan dan kesatuan tersebut ditandai oleh berbagai peristiwa yang kerap tersaji dalam kehidupan sehari-hari. Perkelahian antarpemuda sesama anak bangsa kian marak terjadi. Tawuran antarpelajar yang kerap mengorbankan nyawa terus membudaya. Pertikaian antarumat beragama dan kepercayaan terus menebar ancaman terhadap eksistensi kerukunan antar lintas agama dan kepercayaan. Semangat kedaerahan lebih ditonjolkan daripada semangat persatuan dan kesatuan nasional. Hal ini melahirkan keprihatinan yang mendalam bagi siapa saja yang mendambakan akan  persatuan dan kesatuan.

Semangat persatuan dan kesatuan kini tengah mencapai titik terendah dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia disebabkan oleh semakin  melemahnya kesadaran masyarakat terutama pemuda akan nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme. Kesadaran untuk hidup bersama dan berdampingan berbangsa dalam masyarakat yang multikompleks dan multikultural kian hilang. Semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang membungkus segala bentuk perbedaan kian terabaikan.

Penyebab tawuran antar warga di tiap daerah di Indonesia

Diposting oleh Firsty Avisha di 00.52 0 komentar

PENGERTIAN TAWURAN
Tawuran adalah perilaku agresi dari seorang individu atau kelompok.Agresi itu sendiri diartikan sebagai suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat,menyerang,membunuh atau menghukum orang lain,dengan kata lain agresi  secara singkat didefinisikan sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain.

FENOMENA TAWURAN
 Dilihat dari peristiwanya banyak contoh khasus tawuran yang ada diJakarta ,contohnya tawuran antara warga di wilayah johar baru,Jakarta Pusat,warga kampung Baladewa dan kampung Rawa yang telah dipisahkan oleh satu gang masih tetap saling serang,dan masih banyak contoh yang lain.

FAKTOR PENYEBAB TAWURAN
Ada dua faktor penyebab tawuran antar warga:
faktor internal.
faktor ini biasanya timbul akibat seseorang tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang kompleks.kompleks disini adanya perbedaan pandangan,budaya,tingkat ekonomi,dll.situasi inilah yang biasanya menimbulkan tekanan mental pada manusia.mereka yang tidak dapat menyesuaikan diri biasanya cenderung melarikan diri dari masalah,menyalahkan pihak lain dan menggunakan cara yang singkat untuk memecahkan masalah.
Faktor eksternal:
1.Faktor keluarga
·              Pengaruh buruk keluarga,tingkah laku criminal dan yindakan asusila.
·              Baik buruknya rumah tangga.

2.Faktor lingkungan
   ini juga adalah factor yang mempengruhi warga untuk tawuran karena jika ada salah satu warga dalam lingkungan tersebut yang menjadi provokator maka warga yang lainnya yang pikirannya dangkal akan ikut dalam tawuran tersebut.

DAMPAK DARI TAWURAN 
Tawuran antar warga sangat merugikan banyak pihak.paling tidak ada 3 katagori dampak negative dari perkelahian antar warga.PERTAMA,warga atau masyarakat(dan keluarganya tentunya) yang telibat tawuran jelas mengalami dampaknya,contohnya apabila warga tersebut cidera atau bahkan tewas dalam kejadian itu.KEDUA,rusaknya sarana dan fasilitas umum seperti,toko,bus,halte,dll.KETIGA,yang cukup mengkhawatirkan adalah berkurangnya rasa kepercayaan dari pihak lingkungan ia tinggal kepada si pelaku tawuran.

SOLUSI DARI TAWURAN WARGA
Perubahan Budaya
Bagaimana mengatasi permasalahan ini? Nampaknya peristiwa ini bukanlah peristiwa yang dengan mudah dapat disembuhkan. Pemasangan pagar pembatas yang tinggi sebagaimana dilakukan di Matraman tidak juga membawa hasil. Ikrar perdamaian sudah tidak bisa dihitung lagi jumlahnya saking sering dilakukan. Oleh karena tawuran warga sudah menjadi tradisi, maka salah satu cara mengatasi masalah ini adalah melakukan rehabilitasi sosial atau perubahan budaya.

Penyelesaian dengan cara ini tidak hanya dengan melakukan training atau out bound belaka, namun harus ditindaklanjuti oleh sebuah program yang terintegrasi. Para warga harus disadarkan tentang kondisi mereka sekarang yang tidak normal itu dan menanyakan kondisi apa yang mereka inginkan. Dari sanalah kita dapat mengetahui apa saja kesenjangan yang terjadi. Kesenjangan itulah yang harus dipenuhi dan hal ini akan menjadi budaya baru mereka. Saya yakin budaya baru tersebut dambaan semua warga yang bertikai, namun budaya tersebut tidak pernah muncul karena pewarisan dendam dan perasaan was-was akan diserang oleh pihak musuh.

Walaupun demikian perubahan budaya yang saya maksud tidak dapat dicapai hasilnya dalam jangka waktu yang pendek. Sebagai program jangka pendek harus dilakukan penindakan secara tegas siapa-siapa saja otak tawuran dan polisi harus memberikan perhatian yang serius terhadap beberapa tempat yang memiliki potensi tawuran yang besar. tidak boleh dilupakan bahwa perbaikan kehidupan ekonomi warga setempat terutama para pemuda adalah langkah yang dapat dilakukan dan hal ini adalah kewajiban pemerintah terhadap rakyatnya.

KESIMPULAN
Kesimpulan dari apa yang dipaparkan di atas adalah,tindakan tawuran memang meresahkan masyarakat lainnya,tetapi di satu pihak mereka menganggap tawuran tersebut adalah sesuatu yang tidak mereka anggap buruk,karena suatu alasan yang lain.dan sampai sekarang masalah tawuran di Kota Jakarta masih sering terjadi,karena aparat serta pihak-pihak yang lain masih melihat suatu permasalahannya dari sudut luarnya saja dan masih menganggap pelaku tawuran tersebut adalah seorang kriminil,kurangnya transparansi dari pihak-pihak keluarga ataupun lingkungan,seharusnya masalah ini tidak diselesaikan dengan cara yang keras,harus ada pendekatan-pendekatan yang lebih dalam kepada para pelaku.jangan menjahui para pelaku. 

Nilai-nilai Pancasila harus dilestarikan

Diposting oleh Firsty Avisha di 00.49 0 komentar

Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.
Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara (philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.
Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka Pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.
Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik … Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi segala golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyatnya …”
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”
Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium identatis-nya.
Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain. Secara tepat dalam Seminar Pancasila tahun 1959,Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk piramid Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya berisi:
  1. Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
 

Firsty's Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos